Desember 31, 2012

Cinta Tapi Beda, Sebuah Review


Haaaaiii semua :)
Bagaimana malam tahun barunya? Bagaimana liburan panjangnya? Semoga menyenangkan :)

Ini adalah malam tahun baru pertama sejak saya mulai bekerja yang tidak saya habiskan di IGD. Selama dua tahun berturut-turut, biasanya saya menghabiskan malam tahun baru dengan menjalankan tugas mulia, jaga IGD *tsaaaah :P. Acara saya malam ini ngapain dong? Sebenarnya saya memang tidak pernah merayakan tahun baru dengan istimewa sih. Paling duduk manis di rumah, nonton film, lalu tidur. Hampir sama dengan malam-malam lain. Saya malas keluar, belum - belum saya sudah membayangkan betapa macet dan padatnya lalu lintas di luar. Jadi, daripada niat bersenang-senang berujung dengan bersungut-sungut, lebih baik saya duduk manis saja di rumah sambil berbagi cerita tentang dua film Indonesia yang saya tonton kemarin.

Jadi, selama dua hari berturut-turut (Sabtu dan Minggu), saya menyempatkan diri menonton dua film Indonesia yang sedang tayang di bioskop. Film pertama yang saya tonton adalah Cinta Tapi Beda, lalu di hari berikutnya giliran Habibie Ainun yang saya tonton. Sebenarnya sih, rencana awal, saya ingin marathon dalam sehari menonton dua film sekaligus, namun berhubung saya dan si teman menonton yang tidak mau disebutkan namanya karena khawatir terkenal jadi mari kita panggil si "Mister" saja (si Mister ini sudah wanti-wanti ke saya, jangan sampai saya menulis identitas aslinya, huh takut banget jadi arteys :p), baru bisa menonton pada jam 19.00, kalau mau lanjut nonton Habibie Ainun di jam 21.40 itu artinya saya akan ketinggalan pertandingan MUFC vs WBA, jadi kami memutuskan untuk nonton Cinta Tapi Beda dulu baru keesokan harinya menonton Habibie Ainun (sebenarnya ini keputusan saya sih, Mister kan bukan fansnya MUFC, tapi Milanisti sekaligus juga Gooners :p).

Saya review satu-satu ya, di tulisan ini Cinta Tapi Beda dulu, baru di tulisan berikutnya Habibie Ainun, supaya lebih fokus. Setujuuu? (setuju gak setuju tetap harus setuju sih, wong saya yang penulisnya. Ya kaan? Ya kaaan?maksa *HAHAHAHAHA*)


 

Film karya sutradara Hestu Saputra (yang ternyata murid dari Hanung Bramantyo) ini merupakan kisah nyata yang ditulis dalam blog milik Dwitasari, mengisahkan tentang hubungan cinta yang terjalin antara Diana (diperankan oleh Agni Pratista), gadis Padang Katholik yang berprofesi sebagai penari dengan Cahyo (diperankan oleh Reza Nangin), pemuda Jawa Islam, chef pada sebuah restoran. Hubungan mereka bermula dari pertemuan yang tidak disengaja ketika Cahyo menyaksikan pertunjukan tari Diana (kebetulan Diana merupakan murid bimbingan tantenya Cahyo yang diperankan oleh Nungki Kusumastuti). Pertemuan itu meninggalkan kesan yang mendalam di hati keduanya dan tanpa mereka rencanakan hati mereka telah saling memilih. Ya, mereka saling menemukan kenyamanan. Cerita bergulir, tentang bagaimana hubungan beda keyakinan ini berjalan. Diana yang menunggu ketika Cahyo solat di mesjid. Manis  :). Di Jakarta, Diana tinggal bersama om dan tantenya yang menjalankan kehidupan pernikahan beda keyakinan sehingga hubungan mereka berdua tidak terlalu mendapat tentangan yang berarti.

Konflik dimulai, ketika Cahyo berniat mengenalkan Diana kepada kedua orang tuanya di Jogjakarta pada acara sunatan adik bungsunya. Ayah Cahyo sangat tidak menyetujui hubungan beda agama ini bahkan mengancam untuk memutuskan hubungan keluarga. Berbeda dengan suaminya, Ibu Cahyo bisa menerima keputusan putranya. Sedangkan di pihak Diana sendiri, Ibu Diana juga sangat menentang. Apalagi, kakak-kakak Diana telah meninggalkan keyakinan mereka. Hal inilah yang menimbulkan ketakutan di hati Ibu Diana bahwa kelak Diana pun akan melakukan hal serupa. Oleh karena itu, sang Ibu memaksa Diana untuk pulang ke Padang dan menerima perjodohan dengan dr Oka, yang mempunyai keyakinan yang sama. Oka sendiri bersedia menerima Diana apa adanya termasuk menerima masa lalu Diana bahkan membantu Diana melupakan Cahyo.

Bagaimana kelanjutan kisah cinta Diana dan Cahyo? Mampukah mereka saling melupakan?

Hmmm, bagusnya sih nonton sendiri ya. *ditimpuk yang baca* Nanti kalau saya ceritakan di sini jadinya gak seru dong. Nanti pada gak nonton. Padahal kan film ini masih tayang di bioskop :).
Secara pribadi, saya memuji akting Agni di film ini. Bagus! Mungkin karena Agni saat ini dalam kehidupan nyata juga menjalani hubungan beda keyakinan ya, jadi aktingnya oke banget. Penampilan Jajang C Noer sebagai ibunya Diana juga layak diacungin jempol. Oiya, satu lagi penampilan Choky Sitohang sebagai dr Oka, kok saya merasa dia sedang membawakan acara Take Me Out ya?  :p.

Sebenarnya, tema dalam film ini, tentang hubungan beda keyakinan bukanlah tema yang baru. Sebelum ini sudah ada film-film yang bertema serupa, seperti cin(T)A, Tanda Tanya (juga karya Hanung Bramantyo), dan 3 Dunia 2 Hati 1 Cinta. Tapi sayangnya akhir cerita film-film tadi masih "gantung", gak jelas, bikin kepo saya yang nonton :D. Mungkin ya mungkin karena isu perbedaan keyakinan ini adalah isu yang sensitif sehingga  para pembuat film jadi lebih berhati-hati. Perkara akhir cerita film Cinta Tapi Beda, sempat menjadi perdebatan saya dan si Mister. Dalam perjalanan menuju bioskop kami sempat berdebat, menebak akhir cerita film ini. Menurut si Mister, film ini akan berakhir gantung seperti film yang sudah-sudah. Menurut saya tidak. Siapa yang tebakannya benar? Saya atau Si Mister? Sedikit clue dari saya, akhir cerita film ini lebih "nendang" daripada film-film tema sejenis yang sudah saya tonton. Penasaran kaaan? Makanya nonton dong :)

 Sedikit Catatan dari Saya :
 Dalam percintaan *tsaaah*, perbedaan itu adalah hal yang lumrah karena tidak ada manusia yang benar-benar sama persis di dunia ini. Beda usia bukanlah hal yang aneh, beda suku masih bisa ditoleransi, apalagi kita hidup di Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, tapi beda keyakinan? FATAL *sengaja pake capslock*. IYA FATAL! Ibarat judul lagu Space, "Me and You Versus The World". Pasangan beda keyakinan harus berhadapan dengan dunia, bukan hanya keluarga tapi juga teman dan lingkungan sekitar yang kadang belum apa-apa sudah seperti menghakimi. Apalagi di Indonesia belum ada hukum yang mengatur tentang perkawinan beda keyakinan sehingga semakin menyulitkan pasangan beda keyakinan untuk menikah. Saya masih ingat dialog dalam film Cinta Tapi Beda antara Diana dan Cahyo "Apa susahnya sih kamu bilang kalau kamu Katholik?Perkara membesarkan anak-anak bisa dipikir nantilah" " Kenapa gak kamu aja yang ngaku Islam?"

Film ini membuat kita berpikir, bahwa menjalani hubungan beda keyakinan memerlukan kesiapan dan komitmen yang kuat apalagi bila merencanakan untuk melanjutkan hubungan ke tahap selanjutnya. Kesiapan menghadapi tidak hanya kedua orang tua tetapi juga seluruh keluarga besar karena bagaimanapun kita hidup di Indonesia, dimana pernikahan tidak hanya antara dua orang tapi juga seluruh keluarga besar. Bila merasa sudah yakin, sudah siap dengan segala konsekuensi, sudah menimbang dengan matang, ya monggo dilanjutkan :).

Karena cinta datang sering tanpa rencana dan hati sendirilah yang memilih tempat yang menurutnya paling nyaman untuk pulang :)



Nih, ada OST dari Cinta Tapi Beda :)

ps: bagi yang lagi dalam hubungan beda keyakinan, bolehlah ditonton siapa tahu bisa jadi bahan renungan untuk menentukan langkah selanjutnya :)
 
design by Grumpy Cow Graphics | Distributed by Deluxe Templates