Desember 26, 2008

Stase Radiologi dan Sinar Matahari ( Curahan Hati seorang Koass Radiologi bagian 2 ;p)

Stase Radiologi dan Sinar Matahari

( Curahan Hati seorang Koass Radiologi bagian 2 ;p)

Saya merasa selama hampir seminggu ini menjalani stase Radiologi, hubungan dan komunikasi saya dengan dunia luar menjadi begitu terbatas. Bayangkan saja, pagi-pagi sekali saya sudah harus ada di RS lalu pulang di sore hari menjelang petang. Bukan itu saja, seharian berada di RS saya tidak kemana-kemana ( ke bangsal ataupun bertemu pasien seperti di bagian lain ) melainkan berada di dalam bagian Radiologi, tepatnya di ruangan kecil yang berukuran kira-kira 3x3 meter yang penuh dengan barang dan buku dimana tidak ada sinyal telepon seluler sama sekali bersama setumpuk foto hitam putih yang harus dibaca. Ada foto kepala, dada, perut, tangan dan kaki serta organ tubuh lain. Dalam arahan dan bimbingan dokter Spesialis Radiologi, saya dan ketiga teman yang lain mencoba membaca foto- foto yang ada. Gambaran apa yang terlihat dari sebuah foto dada, bagaimana dengan paru dan jantung, ada kelainan ataukah masih dalam batas normal. Kemudian bila ada foto yaang dianggap menarik kami akan mendiskusikan foto tersebut. Begitulah kegiatan saya setiap harinya, sesampainya di kost sudah hampir menjelang magrib.

Hingga saya sering merasa saya tidak pernah merasakan sinar matahari ( ditambah lagi saat ini Jogja sedang musim hujan sehingga langit sering berawan dan matahari sepertinya lebih senang bersembunyi ). “Eh, kita ini kayak vampire ya?” kata saya kepada ketiga teman saya ketika kami sedang makan siang di kantin. ( Kantin RS juga terletak dalam gedung RS ) “Kenapa?” tanya Tomi. “Iya, gak pernah kena sinar matahari sama sekali. Jangan-jangan nanti selesai Radiologi, kita jadi alergi gitu kalo kena sinar matahari, jadi gatal-gatal.” Saya menjawab pertanyaan Tomi. “Kamu ini loh Rong, khayalannya hebat banget siy. Kamu pikir kita ini bangsanya Edward Cullen ( tokoh Twilight. Udah nonton Twilight?) gitu? “ Fya mengomentari pemikiran saya lalu melanjutkan “Biasanya juga kamu takut item. Kalo naek motor pasti persiapannya lengkap, pake jaket, masker, dan sarung tangan supaya gak kena sinar matahari. Sekarang aja gaya pengen kena sinar matahari.” Mendengar jawaban Fya saya hanya tertawa karena memang benar apa yang dikatakan Fya J.

Ketika hal ini saya ceritakan pada pacar saya ( tentang bagaimana lelahnya saya selama seminggu ini )dengan bijaknya dia berkata “Kamu ini Yang, ngeluh aja. Katanya pengen cepet lulus, koassnya pengen cepat selesai. Ya semuanya harus dijalani. Emang bisa langsung tau-tau lulus kalo gak ngelewatin ini semua?” Hm, benar juga pikir saya. Semuanya ini merupakan sebuah proses yang harus dijalani untuk mencapai sebuah tujuan. Saya bukan Nobita yang punya Doraemon dengan kantong ajaib melalui mesin waktu bisa mengetahui masa depan ;p. Jadi, saya harus sabar melewati ini semua, termasuk berdiri sepanjang waktu, terkurung di kamar sempit tanpa sinyal ponsel ditemani foto-foto hitam putih dan berusaha untuk dapat membaca foto-foto yang ada dengan baik meskipun membaca foto itu tidaklah mudah ( yah, hampir seminggu ini saya masih sering bingung bila membaca foto ). Semua itu menjadi bekal saya di masa depan supaya bisa menjadi dokter yang baik dan bermanfaat bagi banyak orang. Amin J. Dan sekarang, saya kembali bersemangat lagi J.

Stase Radiologi dan Counterpain ( Curahan Hati seorang Koass Radiologi bagian 1 ;p)

Stase Radiologi dan Counterpain

( Curahan Hati Seorang Koass Radiologi bagian 1 ;p )

Saya menyambut hari Senin dengan penuh semangat. Hari pertama koass di tahun kedua, stase pertama saya mendapatkan stase Radiologi. Setelah hampir sebulan menjadi pengangguran dengan banyak acara ;p, mulai koass lagi adalah suatu hal yang membangkitkan semangat apalagi saya menjalani stase pertama di Jogja, bukan di Purworejo seperti biasanya. Hal ini dikarenakan dokter Spesialis Radiologi di Purworejo sedang behalangan. Dalam bayangan saya, koass di Jogja akan menyenangkan karena saya akan berada di keramaian, dekat dengan mall dan pusat hiburan :p. Meskipun , konon menurut kabar dan desas- desus yang beradar dari kakak-kakak tingkat saya, stase Radiologi di Jogja lumayan berat, lebih capek dari stase besar karena harus mengikuti empat dokter yang ada. Yang artinya saya harus datang jam tujuh pagi pulang jam empat sore, mungkin bisa lebih. Lalu datang kembali di malam hari. Bukan itu saja, sebagian waktu kami akan dihabiskan dengan berdiri di belakang dokter yang duduk membaca foto-foto yang ada. Jadi, siap-siaplah counterpain, voltaren, atau krim-krim dan balsem pereda nyeri sesuai selera masing-masing yang akan digunakan untuk mengurut-urut kaki terutama betis yang kelelahan di malam hari ;p. Tapi saya masih acuh. Dalam hati saya hanya membatin, “Ah, waktu stase besar kemarin kan sudah biasa berdiri berjam-jam di Poli. Palingan seperti stase besar kemarin. Malah waktu di stase besar kemarin ada jaga malam segala. Kalau stase Radiologi kan gak ada jaga malam.”

“Welcome to the Hospital” ucap Fya sambil tersenyum ketika saya membuka pintu mobil fya. Pagi itu saya dijemput Afia. Selama perjalanan sambil ditemani oleh ocehan Panda ( Panda berkokok, acara pagi di Prambors ) kami begitu bersemangat membahas tentang stase pertama kami di tahun kedua. “ Rong ( Rong-Rong, panggilan sayang Fya buat saya J ) jam berapa siy sebenarnya sekarang? Tanya Fya sambil melirik jam tangan saya. “ Tenang, Fya baru jam jam tujuh kurang sepuluh kok.” “Abisnya aku bingung, Rong, jamku beda-beda semua.” “ Iya, bener masih jam tujuh kurang kok, Fy. Buktinya sekarang si Panda masih siaran toh? Kalo udah Putuss berarti udah jam tujuh ( Putuss itu acara radio Prambors juga yang mulainya dari jam tujuh, sehabis Panda berkokok).

Kami ( saya dan Fya ) sampai di RS PKU jam tujuh tepat dan segera menghadap bagian Komite Medis. Oleh Komite Medis kami diberi surat pengantar untuk para dokter Spesialis Radiologi yang akan membimbing kami. Di Bagian Radiologi, kami bertemu dua orang teman kami yang lain, Tomi dan Mita yang kebetulan juga menjalani stase Radiologi, tetapi mereka telah masuk minggu lalu. Serupa dengan kami, mereka koass Di RS PKU karena dokter di RS tempat mereka koass yaitu RS Salatiga sedang mengikuti pelatihan. Seminggu lebih awal membuat mereka lebih berpengalaman ( maksudnyalebih berpengalaman capeknya ) dari kami ;p.

Baru beberapa jam di Radiologi, semangat saya sudah menguap entah kemana. Seiring berjalannya hari, semangat saya pun ikut pergi. Ternyata stase Radiologi memang benar-benar dahsyat. Saya baru menjalaninya dua hari tapi rasanya sudah seminggu. Setiap pulang dari RS, saya merasa seluruh badan saya remuk redam, dengan betis sebesar talas bogor. Dua hari ini, mengoles counterpain dan mengurut-urut kaki dan betis sudah menjadi kegiatan rutin saya di malam hari. Nikmat sekali rasanya. Mungkin saya perlu mempunyai persediaan counterpain di kost untuk berjaga-jaga karena stase Radiologi masih dua minggu lagi. Oh, my God....:(. Saya ingin libur lagi.

Seandainya Cinta Sepotong Serabi

Seandainya Cinta Sepotong Serabi

Bunda, kuingin tahu rasanya jatuh cinta..

Kuingin tahu rasanya berbagi hati…

Apakah rasanya….

Sambil tersenyum bunda menjawab ..

Sayang, bila cinta itu adalah sepotong serabi…

Yang dapat dengan mudahnya kubeli..

Maka tanpa ragu akan kubeli yang banyak untukmu…

Agar kau tahu bagaimana rasanya..

Tapi, sayang…

cinta bukanlah serabi…..

yang dapat dibeli dan kuberi padamu…

cinta itu datang dari hati….

Datang dengan caranya sendiri…

Kau tak dapat memaksanya ada…

Ataupun menyuruhnya pergi…

Bila kau tak ingin hadirnya lagi….

Tunggulah hingga waktunya tiba….

Cinta itu akan menghampirimu tanpa kau minta….:)

Kisah di balik puisi:

Sejak saya kanak-kanak, mama selalu berusaha memenuhi keinginan saya. Hampir tidak pernah saya mendengar kata tidak keluar dari mulut beliau. Apalagi beliau tahu bahwa keinginan saya itu juga pada akhirnya untuk kebaikan saya sendiri. Namun, ada satu permintaan saya yang tak bisa beliau penuhi, yaitu keinginan saya untuk menemukan cinta. Menurut beliau tidak seperti benda, cinta itu melibatkan dua hati. Saya dan pasangan. Bagaimana beliau bisa memaksa dua orang untuk saling jatuh hati. Dan bila dipaksa apakah akhirnya bahagia? Karena beliau ingin yang terbaik buat saya, seseorang yang saya cintai dan mencintai saya atas kesadaran sendiri. “Bersabar hingga waktunya tiba”, begitu selalu pesan beliau. Kini, penantian saya berakhir. “Dia” datang dengan caranya sendiri, di waktu yang tak pernah saya duga sebelumnya dan membuat saya merasakan indahnya berbagi J.

Desember 21, 2008

My Mom is My Superhero

My Mom is My Superhero

Kalung Liontin Hati Mama ( sebuah puisi untuk mama tersayang )

Kalung bertahta liotin hati tersimpan cantik di sana,

Tak tersentuh, berdebu dan tua.

Saat aku pakai ternyata sudah tidak cukup di leherku

Aku, kesal...kubanting dan berurai setiap bagiannya

Hanya liontin berlian yang tetap kokoh dan cantik

Waktu berulang kali kubanting....

Hati kalung itu mirip dengan hati mama..

Sudah tua, namun tetap cantik

Aku marah, tapi mama tetap menyayangi..

Walau badai datang, hatinya tetapkokoh

Hebat! Tak terusik dan kuat..

Semakin besar, aku semakin sibuk dengan duniaku

Aku bertambah besar sampai-sampai

Kalung hati itu tidak menggapai...

Kusayang kalung itu, namun kuacuhkan..

Ah, aku memang bertambah besar dari

Dari seorang gadis cilik menjadi wanita yang beranjak dewasa

Ku bangkit redamkan emosi

Lalu menyatukan kembali setiap bagiannya

Dengan benang emas yang tak seorang pun

Miliki kecuali aku

Kali ini kupastikan ikatannya cukup kuat dan cukup longgar di leher

Tampak cantik dan cocok kupakai

Senangnya, aku bisa kembali memakai kalung hati

Kubanting sekali lagi namun ikatannya begitu kuat.

Tidak dapat dipisahkan oleh siapapun, apapun, kecuali Dia Yang Maha Segala

Selamat hari ibu, Mamaku tersayang. Terima kasih telah menjadi ibu yang paling hebat. Terima kasih telah menjadi segalanya buat Riri, tidak hanya ibu tetapi juga ayah yang bekerja keras berusaha memenuhi semua kebutuhan keluarga sejak papa meninggal, menjadi sahabat, teman terpercaya, teman berbelanja yang paling sabar J. Terima kasih telah mengajarkan arti ketegaran dan keberanian dalam menghadapi hidup. Selalu ingin menjadi yang terbaik buat mama, selalu ingin memberikan yang terbaik buat mama, dan selalu berharap yang terbaik. Agar Allah SWT memberikan kesempatan, memberikan banyak waktu agar Ri sempat membahagiakan Mama, serta keajaiban supaya mama diberi kekuatan dan kesembuhan bagi mama. Amin J. Love u, always Mam J

Teh Celup Melati Cap Kepala Jenggot

Teh Celup Melati Cap Kepala Jenggot

Beberapa hari yang lalu, persediaan teh di kost habis sehingga saya harus membeli lagi di supermarket. Biasanya, saya cukup pergi ke Indomaret ( yang letaknya tidak jauh dari tempat kost saya ) membeli teh melati, tak peduli apa merknya, bisa Sariwangi, Sosro, ataupun Tong Djie . Yang penting harus teh melati karena saya suka sekali akan harumnya. Tapi kali ini berbeda, saya ingin teh melati cap Kepala Jenggot. Harus! Tidak bisa tidak, tidak ada alternatif lain. Ketika di Indomaret saya tidak menemukan apa yang saya inginkan, saya rela berhujan-hujanan pergi ke Mirota Kampus di Jalan Kaliurang hanya untuk membeli teh melati.

Hal ini memancing keheranan Mbak Neli ( Mbak Kost saya ) yang kebetulan saat itu sedang bermain ke kamar saya “ Ngapain siy Ri ujan-ujan hanya untuk beli teh melati cap kepala jenggot? Biasanya juga kamu gak milih-milih, yang penting teh.” “Lagi ngidam,Mbak” jawab saya asal sambil memanaskan air dalam pemanas listrik untuk menyeduh teh. “Mau gak Mbak?Ri buatin sekalian ya? Ujan-ujan gini kan enaknya minum yang hangat.” Tawar saya pada Mbak Neli “ Mau banget, Riri sayang. Gulanya jangan banyak-banyak ya. Ngomong-ngomong kamu belum jawab pertanyaanku barusan. Ngapain siy kamu niat banget nyari teh melati cap Kepala Jenggot?” “ Udah dibilang lagi ngidam. Gak percayaan banget siy.” Saya menjawab pertanyaan Mbak Neli sembari menuang air panas ke dalam dua mug lucu. “Niy Mbak tehnya.” “ Huu, ngidam dari Hongkong. Kenapa siy ga dijawab-jawab? Penasaran niy.” Kali ini tampaknya Mbak Neli sudah mulai tampak emosi mendengar jawaban asal saya ;p.

“Kenapa harus teh melati cap Kepala Jenggot, bukan teh Sosro, Sariwangi atau Tong Djie karena teh ini mengingatkan Ri akan saat –saat bersama dia. Ketika Ri main ke rumahnya beberapa waktu lalu, dia menyuguhkan secangkir teh melati cap Kepala Jenggot. Bukan hanya sekedar menyuguhkan tapi dialah yang membuatkan teh untuk Ri” Saya menjawab pertanyaan Mbak Neli sambil menghirup harumnya lalu menyesap teh melati dalam – dalam kemudian saya melanjutkan lagi “Mungkin menurut Mbak rasa teh ini biasa. Hampir sama dengan teh melati merk lain. Tapi bagi Ri teh ini istimewa bukan dari rasa, bukan juga dari harga melainkan dari kenangan yang dihadirkan saat Ri minum teh ini. Mengingatkan Ri akan dia, membayar sedikit kerinduan yang ada J”. Kemudian saya terdiam menikmati hujan yang mulai mereda menjadi gerimis-gerimis halus ditemani secangkir teh melati cap Kepala Jenggot, mengingat kembali saat –saat bersama dia. Berharap saat ini dia ada di sini menemani saya menikmati hujan sambil menikmati teh melati cap Kepala Jenggot berbagi cerita tentang apa saja. Romantis! :)

Desember 17, 2008

Cinta Hingga Akhir Waktu

Cinta Hingga Akhir Waktu


“Iya, saat ini gue lagi dekat sama dia. Gue jatuh cinta sama dia bukan karena dia anak siapa atau apa latar belakang keluarganya. Gue jatuh cinta karena dia dan kepribadiannya.” Dengan wajah sumringah sang artis memberi keterangan pada para wartawan dengan didampingi sang pujaan hati yang selalu mengiakan apa yang diucapkan sambil terkadang menunjukkan kemesraan kepada publik entah itu saling berpelukan ( seperti teletubbies saja ;p ), saling bergenggaman tangan, atau bisa juga saling menatap mesra.

Sebuah pemandangan yang sering saya saksikan dalam acara infotainment di televisi saat para selebritis itu menunjukkan pada khalayak bahwa mereka sedang jatuh cinta dan menjalin kasih dengan seseorang. Namun, lihat saja apa yang terjadi beberapa bulan kemudian. Masih di tayangan infotainment yang sama, mereka kembali melemparkan komentar. Kali ini bukan pujian dan sanjungan setinggi langit, melainkan kata caci dan benci ( sedikit hiperbolis ya?;p). Tentang dia yang tidak pengertian, kurangnya waktu untuk bersama, komunikasi yang tidak berjalan lancar, keinginan untuk fokus ke karier daripada hubungan asmara.

Saya heran! Bagaimana cinta bisa datang dan pergi secepat itu? Sehingga membuat saya bertanya-tanya apakah cinta punya batas kadaluarsa? Karena sepertinya begitu gampang bagi mereka untuk mengucap cinta dan benci di saat yang hampir berdekatan. Ketika saya ajukan pertanyaan ini pada seorang teman, dia hanya menjawab “Ah, itu kan karena mereka selebritis” jawaban yang singkat, padat, tapi tidak memuaskan. Karena dalam kehidupan nyata, bukan di layar kaca, saya sering melihat pasangan yang telah bertahun-tahun bersama akhirnya bermasalah. Apakah waktu berperan dalam menyebabkan terjadinya perpisahan? Apakah seiring berjalannya waktu cinta juga dapat memudar dengan sendirinya? Saya pernah membaca di sebuah majalah berdasarkan penelitian bahwa seiring waktu cinta dalam kehidupan perkawinan dapat memudar yang tertinggal hanyalah hubungan layaknya persahabatan. Benarkah?

Ketika pertanyaan ini saya ajukan kepada mama saya tercinta, dengan bijak beliau menjawab “ Mengapa Riri bertanya seperti itu? Bukankah sebenarnya Riri sudah tahu jawabannya? Papa dan Mama sudah menikah 17 tahun lebih, sebelum akhirnya Allah mengambil Papa. Pernahkah selama ini Riri melihat Papa dan Mama bertengkar hebat?” Jawaban Mama seakan memberi pencerahan bagi saya . Papa dan Mama menikah lebih dari 17 tahun. Selama waktu pernikahan mereka hampir tidak pernah saya melihat mereka bertengkar hebat. Pertengkaran yang terjadi diantara mereka pun biasanya menyangkut hal-hal sepele. Tentang Papa yang sembarangan meletakkan baju kotor ( Papa begitu berantakan sementara Mama seorang yang sangat rapi ). Papa dan Mama seperti dua orang yang saling melengkapi, teman saling berbagi. Sewaktu Papa meninggal Mama seperti kehilangan separuh hatinya, sebelah sayapnya. Mama berhenti bernyanyi ( beliau mempunyai kebiasaan berkaraoke. Dulu setiap malam minggu, beliau selalu berkaraoke di rumah ditemani oleh Papa ), sejak Papa meninggal Mama sudah tidak pernah menyentuh lagi karaoke di rumah.

Kehidupan percintaan yang indah juga saya lihat pada Eyang Kakung saya, yang memilih membesarkan ketiga putrinya seorang diri sepeninggal Eyang Putri. Padahal waktu itu, usia Kakung masih 27 tahun, masih tampan, masih dikejar oleh gadis (heheheh). Contoh lain yang saya lihat baru –baru ini, adalah Bapak ( ayah dari pacar saya ). Serupa dengan Mama, semenjak Ibu meninggal lima tahun yang lalu, Bapak juga membesarkan anak-anaknya seorang diri, berperan sebagai ayah sekaligus ibu. Saya tahu ( meskipun belum lama mengenal beliau ) bahwa beliau sangat mencintai Ibu. Saya dapat melihat dari bagaimana Bapak bercerita tentang Ibu.

Ketiga contoh tadi meyakinkan saya bahwa tidak ada yang namanya kadaluarsa dalam cinta. Cinta sejati tetap bertahan, tak lekang dimakan waktu, tak usai karena sebuah perpisahan. Selama kenangan yang ada masih tersimpan, cinta selalu ada di hati.

Dan, seandainya saya boleh meminta,

Tolong cintai saya hingga akhir,

Tak lekang dimakan usia,

Tak pudar oleh waktu...



Barbie ( cantik menurut siapa? )

Barbie….( Cantik menurut siapa?)


Ketika kecil ku selalu kagum pada Barbie….

Siapa yang tak mengenal sosoknya yang nyaris sempurna…

Rambut pirang, mata biru, kulit putih…

Ditunjang dengan badan yang proporsional…

Tinggi, langsing, dan sepasang kaki yang jenjang….

Selalu cantik di setiap kesempatan….

Menjadi cantik seperti Barbie adalah impian..

Mungkin bukan hanya aku, melainkan juga gadis – gadis cilik seusiaku……

Dan impian itu..

Tentang sebuah kesempurnaan…

Pernah hampir merusak hidupku…

Aku berusaha dengan berbagai cara menjadi cantik…

Berdiet, menyiksa diri, menghitung setiap suapan yang ada hanya untuk menjadi langsing

Aku tidak sadar kalau itu akan menghancurkan badanku…


Namun, lambat laun, aku pun sadar..

Kalau Barbie, hanyalah boneka…

Tanpa hati, tanpa rasa, tanpa jiwa…

Dan kecantikan sejati bukan hanya fisik yang rupawan

Kecantikan sejati datang dari hati, dari jiwa yang cantik

Dan itu jauh lebih kekal, tak luntur dimakan usia….


Dan aku pun tahu

Bagaimanapun keadaanku..aku sudah “cantik”..

Sudah sempurna….meski aku bukan Barbie…



Seringkali dalam hidup saya ( dan kalian yang sedang membaca blog ini ) mengalami yang namanya ”krisis pede”, merasa kurang cantik entah lantaran hidung kurang mancung, kurang tinggi, kurang langsing, kurang putih, dan begitu banyak kurang, kurang yang lain lantas menggunakan berbagai macam cara agar terlihat cantik. Dari diet ketat yang menyiksa diri, operasi plastik yang menghabiskan biaya selangit, menyuntikkan silikon ke hidung yang akhirnya membawa petaka ( tentang hal ini baru saya tonton liputannya di teve one tadi pagi ), hingga memakai krim pemutih yang belum terjamin keamannya.

Tanpa kita sadari, sebenarnya kita telah begitu kejam terhadap diri kita sendiri. Pernah tidak kita berpikir, apa definisi cantik? Atau menurut siapakah definisi cantik yang beredar saat ini. Bila ditelusur jauh ke belakang, definisi cantik berbeda-beda di setiap zaman. Pernah ada yang mengatakan cantik bila bermata bulat, alis seperti semut beriring, dengan rambut bak mayang mengurai ( itu cantik versi karya sastra angkatan Balai Pustaka, yang sering saya baca sewaktu di sekolah menengah dulu ). Ada juga yang mengatakan wanita cantik bila mempunyai bokong dan payudara yang besar karena melambangkan kesuburan ( yang ini kalau tidak salah definisi cantik menurut jaman dahulu kala yang ditandai dengan relief dan patung wanita di candi dengan bentuk serupa itu dan juga bagi sebagian masyarakat di Afrika ). Namun, di suatu masa, cantik berarti punya badan sekurus papan ( nah, ini definisi era 60-an, saat itu dikenal bentuk badan twiggy ).

Selain itu setiap bangsa dan ras punya definisi masing-masing mengenai kecantikan. Bagi wanita Eropa, cantik berarti punya badan coklat mengkilat. Itulah mengapa turis-turis asing sibuk berjemur ketika mereka berlibur ke Bali. Sedangkan bagi kita wanita Asia, cantik itu berarti mempunyai kulit putih sehingga lotion pemutih begitu laku di pasaran . Jadi, setiap masa, setiap suku bangsa mempunyai definisi yang berbeda mengenai cantik. Ironis sekali bila kita berlomba-lomba menjadi cantik menurut standar tertentu karena menurut saya sebenarnya tidak ada standar baku mengenai apa yang disebut ”cantik”.

Tidak bermaksud menggurui karena saya sendiri pun pernah mengalami apa yang dinamakan ”krisis pede”, merasa diri kurang cantik, kurang langsing hingga saya sempat menggunakan cara-cara bodoh untuk mencapai apa yang disebut cantik menurut orang-orang. Melalui tulisan ini saya hanya ingin mengatakan, bagaimanapun keadaannya, kita sudah cantik. Tidak masalah bila tidak punya badan selangsing model karena kita juga toh bukan model atau tidak punya kulit seputih susu karena kita sebagai orang Asia pada dasarnya mempunyai kulit cenderung gelap. Saat ini saya sendiri sedang belajar menyukai dan mencintai apa yang ada pada diri saya. Rambut ikal bergelombang, hidung tidak terlalu mancung, badan bentuk pear ( jadi sulit mencari model celana jeans yang tepat ;p), tapi dengan mata indah, alis tebal beriring, bulu mata lentik, kulit putih terawat, senyum semanis lolipop..hahahaha ( lihatkan, betapa Allah itu adil, ). Karena seperti yang sering dikatakan oleh mama saya ” bila semuanya untuk Riri, akan membuat Riri sombong. Ketidaksempurnaan ada karena kita manusia. Yang Maha Sempurna itu hanyalah milik Allah.” Jadi, nikmati semuanya, cintailah diri kita sebaik mungkin karena siapa lagi yang akan mencintai diri kita dengan baik bila bukan kita sendiri? . Bagaimana mungkin kita berharap orang lain akan mencintai dan menghargai diri kita bila kita sendiri tidak mencintai dan menghargai diri kita sendiri ?


Desember 15, 2008

Rumah

ku tak ingin jadi hotel,
meski dengan fasilitas selengkap apapun..
yang namanya hotel tetaplah hotel..
tempat orang-orang transit..
datang dan pergi sesuka mereka...

kuingin jadi rumah...
meski kecil namun amat hangat dan nyaman..
tempat yang selalu dirindukan oleh sang penghuni
untuk kembali..
tak peduli,
sejauh apapun mereka pergi
suatu saat mereka akan pulang
ke sebuah tempat yang mereka sebut "rumah"

selalu ingin jadi sebuah "rumah" bagi siapa saja,
terutama dia :)

Hibernasi ( dan saya kembali merindukan KOass )

Akhir-akhir ini mendung begitu sering menggelayuti kota jogja. Dan tidak seperti lagu jaman dahulu kala yang judulnya " mendung tak berarti hujan ." disini mendung berarti hujan yang deras, terus menerus sepanjang hari. Membuat saya malas kemana-mana bila tidak terpaksa. Lebih nyaman berbaring di kamar kost, berselimut tebal, menonton televisi ( entah itu gosip, news, ataupun reality show ) sambil minum teh melati yang hangat :). Saya ibaratnya beruang kutub yang sedang berhibernasi ;p.

Hidup yang indah, apalagi saat ini yang sedang liburan menanti masuk koass tahun kedua saya. Dua minggu pertama, saya begitu menikmati hal ini. Bersantai tanpa ada kewajiban untuk melakukan apapun. Tidak perlu bangun pagi-pagi ( sehabis melakukan kewajiban harian, saya bisa tidur lagi ), tidak ada kewajiban datang pagi-pagi ke RS, tidak mesti berdiri seharian di poli serta ikut visite. Tapi, 1 minggu terakhir ini saya mulai merasa bosan. Saya mulai menantikan saat-saat masuk koass, tidak sabar untuk masuk stase baru ( stase pertama Syaraf ) dan tidak sabar memakai jas koass lagi..hahahahaha

Mungkin tidak hanya saya yang sering merasakan hal ini. Saat dihadapkan dengan rutinitas entah itu pekerjaan, kuliah, dan sekolah, mengeluh jenuh, berteriak-teriak minta libur ( sedikit hiperbolis ya ;p), tapi ketika terlalu lama libur, ingin segera kembali beraktivitas. Mungkin ini mengapa kita perlu liburan. Untuk merasa kangen kembali kepada aktivitas sehari-hari, untuk mengisi kembali baterai semangat kita. Seperti beruang yang perlu hibernasi, seperti pohon jati yang meranggas.

Desember 07, 2008

Disorientasi ( Pilih Mana, Kanan Atau Kiri ?)

DISORIENTASI ( pilih mana, kanan atau kiri ?)

Minggu – minggu ini saya merasakan kembali kehidupan mahasiswa, lingkungan kampus dengan segala pernak-perniknya. Setelah hampir setahun meninggalkan kampus, disibukkan dengan segala tetek bengek dunia perKoass-an :), -pagi-pagi buta sudah ada di Rumah Sakit, follow up pasien, menghadapi pasien dan keluarganya, mengikuti visite dokter ke bangsal-bangsal dan ditambah jaga malam yang membuat saya selalu merindukan tempat tidur keesokan harinya J-, kembali ke kampus menjadi suatu hal yang menyenangkan. Melihat betapa banyaknya kemajuan yang ada di kampus cukup membuat saya terkagum-kagum sekaligus juga bingung. Maklum, lama tidak ke kampus membuat saya yang sedikit bermasalah dalam menentukan arah ( utara-selatan, barat-timur, kanan-kiri ) sedikit kelabakan. Seperti hari Kamis kemarin, rencananya jam 10.00 akan ada pembekalan koass di kampus.Berangkat dari kost jam 09.00, sengaja lebih awal karena rencananya saya akan menge-print abstrak jurnal-jurnal referat terlebih dahulu di warnet kampus. Abstrak jurnal dan CD itu harus dikumpulkan saat pembekalan sebagai syarat untuk mendapatkan kartu puas ( yah, semacam surat yang menyatakan bahwa saya layak untuk mengikuti koass di tahun kedua ).

Dari parkiran motor saya menuju gedung G ( warnet kampus terletak di gedung G lantai 3 ). Jam 09.45 segala urusan pengeprint-an beres, tujuan saya berikutnya adalah ruang dosen di lantai 2 gedung Lab untuk mengambil judul referat kulit dan kelamin yang telah disetujui oleh dosen baru kemudian ke Skills Lab untuk mengumpulkan abstrak dan CD. Gedung G dan lab saling berhubungan, ( sedikit cerita untuk memberikan gambaran mengenai kampus saya, kampus kedokteran terdiri dari 4 gedung, yaitu gedung B, C, E, G yang letaknya saling mengelilingi seperti empat penjuru. Untuk mudahnya bayangkan saja menara-menara pada cerita Harry Potter atau bila masih bingung saya persilahkan kamu datang dan berkunjung ke kampus saya :p.) Masing – masing gedung saling berhubungan melalui koridor – koridor. Disinilah kebingungan saya berawal. Karena tujuan saya Lab, dari gedung G saya harus melewati Gedung E lalu lurus ke lab turun satu lantai sampai ke ruang dosen. Di tengah jalan saya mulai bingung, belok kanan atau belok kiri karena sepertinya setiap gedung sama. Dengan yakin saya belok kanan, tapi kok makin jauh jalannya, lho kok malah sampai Gedung C ( saya tahu itu Gedung C karena ketika melihat ke bawah ada parkiran mobil ). Dengan tampang bingung saya turun ke lobby C, disana penuh dengan mahasiswa yang menunggu jadwal kuliah berikutnya. Salah satunya ada adik tingkat saya, Ibud yang dengan antusiasnya menyapa saya..” Mba Riri apa kabar? Sekarang Koass dimana, mbak? Lagi ngapain ke kampus ? “.. Dengan wajah bingung saya menjawab sapaannya “ Baik, Bud. Koass di Purworejo, tapi sekarang lagi Panum. Eh, Bud Mba Ri bingung niy. Maunya ke ruang dosen kok malah nyampenya ke Lobby C ya?

“ Hahaha, Mba Ri salah belok tuh. Harusnya gak tadi gak belok kanan tapi belok kiri Mbak. “ Ibud menjawab pertanyaan saya sambil tertawa-tawa. “ Ya udah deh Mba. Lewat Perpus aja. Sekalian aku juga mau ke sana. Kuanter deh. “ Saya hanya mengiakan tawaran Ibud dan dengan tampang masih bingung...hahahahaha.

Yah, dengan jujur saya mengakui saya punya sedikit kelemahan dalam menentukan arah, membedakan antara kanan dan kiri. Sering sekali saya keliru menyebutkan antara kanan dan kiri. Maksud hati ingin mengatakan belok kanan tapi yang terucap malah kiri. Atau saya memerlukan sepersekian detik dahulu berpikir untuk kemudian dengan mantap mengatakan belok kanan. Adik saya sering merasa kesal dengan kelemahan saya ini karena ketika pergi bersama dan saya berperan sebagai navigator sering menyebabkan kami sedikit tersesat. Biasanya saking kesalnya, adik saya akan berkomentar begini “ Ndat, Ndat ( itu panggilan sayang dia buat saya ), kowe ki udah gede. Masa membedakan kanan dan kiri aja ga bisa.” ..hahahahahJ. Dan saya hanya bisa pasrah menjawab “ Maap ya ki.. Mba Ri mesti loading dulu” J. Mau bagaimana lagi memang saya salah. Makanya untuk mengurangi kesalahan dalam membedakan kanan dan kiri saya punya cara tersendiri yaitu dengan memakai jam di tangan kanan dan gelang aneka warna yang sesuai dengan warna baju di tangan kiri. Jadi, tinggal lihat aja kanan yang ada jamnya, kiri yang ada gelangnya. Walaupun, ya walaupun tidak begitu maksimal.. mau bagaimana lagi . ada yang punya ide lain yang lebih menarik ? Boleh dong dibagi-bagi ke saya... J

Plain life ( Siapa Sebenarnya yang Alien ?)

Plain Life ( Siapa Sebenarnya yang alien ? J)

Dulu ketika kuliah saya dan teman-teman sering meributkan mengenai kehidupan kami sebagai anak FK yang rasanya begitu membosankan, hanya sekitar itu-itu saja. Salah satu diskusi yang masih saya ingat adalah diskusi yang dilakukan saat kami praktikum akupuntur ( jangan salah, di kedokteran ada juga pelajaran mengenai akupuntur yang menjadi salah satu mata kuliah pilihan )

“ Nyadar ga siy kalau hidup kita hanya itu-itu saja ? “ itulah pertanyaan pembuka obrolan kami berempat ( Saya-Heksa-Ira-Sient) di sela-sela diskusi akupuntur. Di saat kelompok di depan asyik mempresentasikan diagnosis dan hasil temuan mereka terhadap kasus yang diberikan, menjelaskan tentang sindroma Yin dan Yang, sindroma Xu dan Shi, teori kelainan organ dan meridien yang ada 12 itu beserta daerah – daerah tempat tusukan-tusukan jarum akupuntur yang dianjurkan, kami berempat malah asyik membicarakan hal yang lain ( sebagai kelompok 1 yang presentasi pertama kali, kami merasa bebas untuk sedikit mengobrol. Ini jangan ditiru :p). Diskusi kecil kami hari itu mengenai lingkaran hidup kami yang hanya itu dan seputar itu saja.

“ Bayangkan kita ini cuma muter-muter antara kampus-kost-beli makan-tempat fotokopi-dan terakhir mall ( Galeria, Malioboro, dan Ambarukmo Plaza ) sebagai hiburan di akhir minggu dan di waktu senggang. “ Bosan banget kan ? “ Dengan antusias Sient menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Ira tadi. Kemudian Heksa menimpali “ Iya, dari Senin sampai Jumat kuliah ( di kampus kami biasanya Sabtu kosong, bila ada kuliah pun biasanya merupakan kuliah tambahan atau pengganti ), muter-muter di kampus ( Gedung B,C,E,G ), praktikum di lab, Sabtu-Minggu libur lalu refreshing di mall, kalo ga Gale ( Galeria ), Amplaz ( Ambarukmo Plaza ), atau Malio ( Malioboro ). That’s it. Ketemu orang yang itu-itu saja, temen-temen sekampus, bapak penjaga parkir, bapak di pengajaran, Satpam Kampus, Eko dan Aa’ ( itu adalah dua nama penjaga kantin langganan kami J ). Kita sama sekali ga sempat ketemu orang baru, apalagi yang namanya pria baru.

“Nah giliran ada waktu luang, di saat kita tidak kemana-mana, tidak jalan-jalan atau ngapain, kita hanya memilih diam di kost-an dan tidur “, Kata Sient sambil sesekali matanya melirik ke depan untuk melihat kelompok di depan yang sedang presentasi. Dalam hati saya berkata “ How pathetic we are. Hah, can we get better ?”

“Makanya ga heran kalau putaran kisah asmara anak-anak ya itu-itu saja. Terbatas di lingkungan kampus. Pacaran dengan teman seangkatan ( beuh, yang ini banyak banget. Mungkin hampir 70% jadian dengan seangkatan J ), kalau ga dengan seangkatan ya dengan kakak tingkat atau bisa juga adik tingkat.” Akhirnya setelah sekian lama mendengarkan, saya pun ikut berkomentar. Wajar dan bisa dimengerti dengan putaran kehidupan yang seperti itu, kapan kesempatan kami untuk bertemu dengan orang-orang baru ( baca pria baru ) di luar lingkungan kami ? Suatu hal yang sangat mustahil bila tiba-tiba di suatu malam bulan purnama turun seorag pria tampan dari langit menghampiri kami. Kalaupun misalnya ada pangeran tampan yang tiba-tiba datang dan mengetok jendela kamar, pasti kami akan berpikir ini manusia atau makhluk lain ? Dan yang ada bukannya mendekat kami malah akan lari ketakutan :P.

“ Seandainya pun ada-ada pria lain di luar kampus ( yang nyata tentunya J ). Itu kebanyakan teman-teman bawaan dari jaman dahulu kala ( teman dari TK, SD, SMP, SMA, yah bisa dikatakan teman dari sekampung halaman deh ). Jarang banget ada orang baru.” Komentar saya tadi mengakhiri diskusi kami pada hari itu karena pada saat yang bersamaan kelompok yang di depan juga telah mengakhiri presentasinya dengan memberikan kesimpulan dari skenario kasus mereka tentang sindroma organ limpa kelebihan Xi oleh karena PPL dingin ( mungkin kapan-kapan saya akan menulis sedikit mengenai akupuntur hasil dari kuliah saya selama satu semester J ). Sementara kesimpulan akhir dari diskusi kami berempat belum ada J.

Mungkin itulah jawaban mengapa kami ( anak FK ) dulu dicap individualis oleh anak fakultas lain yang ada di kampus. Karena kehidupan kami yang hanya berkutat di tempat yang sama membuat jalinan pertemanan kami menjadi terbatas. Tidak ada waktu untuk nongkrong di kantin lain selain kantin langganan. Selain takut merasa terasing dan terlihat seperti alien atau sebagian dari teman saya menganggap anak fakultas lain sebagai alien. Jadi ingat lagunya “The Upstairs”, yang judulnya kalau tidak salah begini ..” Mereka bilang kita dari Mars atau mereka yang makhluk Mars..” ( Maaf bila judulnya kurang tepat, saya lupa karena lagu itu sudah lama sekali saya dengar J).

Menurut saya, itu juga salah satu alasan mengapa banyak dokter yang akhirnya menikah dengan sesama dokter. Tidak sempat mencari yang lain, jadi daripada gak ada sama sekali mending sama dia aja J. Yah, selain karena faktor mungkin itu memang sudah jodohnya J. Tapi, mungkin seandainya diperbolehkan memilih dan ada kesempatan, kami akan mencoba menjalin pertemanan dan hubungan dengan orang baru, seperti yang saya lakukan saat ini J.

Dan Saya Memilih Bahagia

Dan Saya Memilih Bahagia :)

Hidup itu penuh dengan pilihan. Mulai dari hal yang paling sederhana saja. Contohnya pagi ini, ketika saya akan sarapan pagi saya dihadapkan pada beberapa pilihan, mau minum kopi, teh, atau susu non fat? Dengan beberapa pertimbangan, saya memilih secangkir kopi. Mata saya masih setengah ngantuk, butuh kafein untuk membuatnya terjaga. Lalu kopi seperti apa yang saya inginkan, pahit atau manis? Seberapa banyak gula yang akan saya masukkan? Kemudian apa yang akan menemani saya menikmati secangkir kopi, roti tawar atau biskuit regal?

Seusai sarapan saya mandi. Setelah mandi dan membuka lemari pakaian, saya kembali harus memilih, hari ini mau kuliah pakai baju apa? Celana atau rok? Warnanya apa? Merah, Hijau, Coklat, atau Biru? Ini penting untuk menentukan aksesoris apa yang akan saya pakai. Saya biasa memadu-padankan warna baju dengan aksesoris yang saya pakai termasuk juga sepatu dan tas J.

Urusan memilih baju sudah beres, saya siap untuk berangkat kuliah. Ketika saya sampai di kampus saya masih harus memilih mau ke ruangan kuliah yang letaknya di lantai 3 dengan naik tangga atau naik lift.

Pilihan – pilihan yang harus saya ambil terus berlanjut hari itu. Mau makan siang apa? Di kantin kampus, Okeiki, RM.Padang Mantari Pagi atau RM Sunda Parahyangan? Hahaha, sepertinya saya sambil iklan tempat makan langganan saya.

Itu tadi contoh pilihan-pilihan yang sederhana. Masih banyak pilihan-pilihan besar yang harus kita ambil dan setiap pilihan itu punya konsekuensi masing-masing. Dan kita harus belajar menyukai dan bahagia dengan pilihan yang kita ambil, seburuk apapun konsekuensi yang ada akibat pilihan itu.

Saya jadi ingat dulu waktu semester-semester awal ( kalau tidak salah saat saya semester 2 atau 3, tepatnya saya lupa ). Saya mendapat tugas kelompok di mata kuliah Bahasa Inggris. Tugasnya untuk membuat majalah dinding dengan tema tertentu. Saat itu saya dan teman sekelompok ( Dita, Sient, Galuh, dan Harry ) memilih tema “Being Single and Happy”. Ketika itu kami semua sedang jomblo,kecuali Sient. Kalau sekarang...Ahamdulillah J ( lho? ). Di salah satu bagian ada kolom komentar. Supaya adil kolom komentar berisi pendapat dari kedua belah pihak baik pihak yang single (jomblo) maupun double ( punya pacar ). Pertanyaan yang diajukan adalah “ enak mana jadi jomblo atau punya pacar?”

Masing-masing pihak punya jawaban yang berbeda-beda. Tapi, diantara komentar yang diberikan, ada satu komentar yang masih saya ingat dengan baik. Komentar yang diberikan oleh April ( my best friend, ever J) . Nah, begini komentar dari April “ Yang namanya bahagia itu sebuah pilihan. Mau single atau double itu punya kebahagiaan sendiri-sendiri. Bagaimana kita memilih saja. Mau bahagia dengan status kita atau mau sedih-sedihan dan meratapi nasib. Ga ada yang lebih enak diantara kedua pilihan itu. Masing-masing punya sisi menyenangkan dan tidak menyenangkan.

Hmmm, setelah saya pikir-pikir rasanya ada benarnya juga. Karena ketika memutuskan untuk jadi single atau double berarti kita sudah memilih sehingga kita harus siap dengan segala konsekuensinya. Bagi saya sebenarnya bahagia itu urusan hati, bagaimana kita mengatur hati kita untuk bahagia dengan keadaan kita saat ini. Bukan hanya dalam masalah cinta tapi juga di semua aspek kehidupan kita. Menerima semua yang terjadi dengan lapang dada, yang berarti juga mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Sang Maha Pencipta J. Jadi, mari kita memilih untuk bahagia....

Desember 05, 2008

Ketika jarak terbentang, sebuah pertemuan terasa berharga

apa yang paling menyedihkan dari hubungan jarak jauh ? pertemuan... betapa minimnya kesempatan untuk bertemu tidak sesering dan sebebas orang yang berhubungan dalam kota. jangan harap bisa bertemu seminggu sekali, bertemu sebulan sekali pun mungkin belum tentu.
lalu apa yang menyenangkan dari hubungan jarak jauh? jawabnya juga pertemuan. saat - saat bertemu menjadi sesuatu yang paling dinanti. setiap pertemuan ( tak peduli sudah berapa lama bersama dan entah pertemuan keberapa ) selalu menimbulkan sensasi dan euforia layaknya kencan pertama. dan bila saatnya tiba untuk bertemu, mata ini sulit terpejam tak sabar menanti esok saatnya dia datang. pagi harinya sudah gelisah, merasa waktu begitu lambat bergerak. ingin rasanya segera sore karena saat itu keretanya tiba.
setiap pertemuan selalu memberi semangat, dimaknai dan direkam baik-baik dalam memori. rasanya setiap detik bersama amatlah langka. saat kami bisa bercerita dengan saling melihat wajah masing-masing, mantap mata, dan mengamati ekspresi yang ada, tidak sekedar mendengar suara melalui telepon genggam. saat kami bisa berbicara sepuasnya tanpa perlu tiba2 terputus karena dibatasi oleh operator hanya sampai menit-menit tertentu. saat kami bisa saling berbagi tanpa harus mengetik huruf demi huruf dan mengirimkannya melalui pesan singkat, yang sebenarnya tidak singkat karena kami toh juga mengirimkan begitu banyak karakter. atau saat kami tidak perlu banyak kata, hanya diam dan saling bergenggaman tangan...
setiap pertemuan berarti juga sebuah keberhasilan mengumpulkan sejumlah nominal yang cukup buah dari kami menghemat setiap rupiah yang ada di bulan-bulan sebelumnya. tidak beli barang yang tidak penting, tidak belanja yang macam-macam,tidak terlalu sering bermain-main. nanti saja nontonnya, nanti saja mainnya, nanti saja ngopi-ngopinya bila bersama dia. bagi saya, ini sebuah rekor tersendiri karena sejatinya saya sedikit boros. namun, ini bukan keluhan, juga bukan penyesalan, jarak yang ada membuat saya semakin sadar betapa berharganya sebuah pertemuan, betapa sepinya saat-saat dimana dia tak ada, betapa bahagianya saat bersama. dan juga betapa inginnya saya untuk selalu ada di dekatnya, menjadi orang pertama yang ada saat dia membuka mata di pagi hari dan orang terakhir yang dia lihat sebelum terlelap. dan sembari menanti saat itu tiba, saya akan menikmati setiap rindu yang ada,:)

tentang pertemuan...

Bagaimana seseorang bertemu dengan pasangannya selalu menjadi kisah menarik untuk didengar. Sepertinya setiap orang punya jalan cerita masing-masing. Ada yang sudah menjadi sahabat bertahun-tahun baru akhirnya menyadari bahwa mereka saling mencinta lebih dari sahabat, ada yang bertemu pertama kali di bus dalam perjalanan pulang ke rumah duduk bersebelahan saling tertarik dan kemudian jatuh cinta, ada juga yang awalnya musuh bebuyutan saling membenci satu sama lain lalu di ujung mengaku cinta :).
Lucu, menarik, dan unik karena sang sutradara kehidupan, Sang Maha Pencipta telah menulis skenario terbaik untuk mempertemukan dua hati. Hanya menunggu saatnya tiba, semustahil apapun sesuatu akan menjadi mungkin :). Bila diingat-ingat kisah pertemuan saya dan dia pun tak kalah menarik, mustahil bila dipikir dengan logika. Kami dipertemukan pertama kali melalui perantara teknologi, sebuah situs jejaring pertemanan yang mendunia a.k.a Friendster. Berawal dari dunia maya dua orang asing di dua kota berbeda dengan latar belakang ( pendidikan, profesi dan umur ) tapi dengan satu persamaan, menyukai aliran musik yang sama yaitu indiepop. Berdasarkan pengakuannya kesamaan inilah yang membuatnya tertarik untuk menyapa saya menjadi temannya. Berteman lalu bertukar alamat email dilanjutkan dengan chatting melalui yahoo messanger kemudian saling menyebutkan nomor telepon genggam masing-masing. Sederhana dengan kemungkinan yang kecil sekali bagi kami untuk melanjutkan hubungan yang lebih serius karena ada semacam peraturan tidak tertulis bagi pengguna internet.." jangan mudah mempercayai orang yang kau kenal di dunia maya.semuanya mungkin semu.."
Tapi, entah mengapa saat itu saya begitu yakin. Saya percaya bahwa dia orang baik, bisa menjadi pasangan yang baik buat saya. Bahkan dengan modal kepercayaan saya menerima pernyataan cintanya meski saat itu kami belum bertemu sama sekali. Teman-teman saya sibuk mengingatkan ini dan itu tapi saya bergeming. Saya bukanlah orang yang buta teknologi (meski dibilang mahir juga tidak ;p), dan ini bukan kali pertama saya chatting. Duluuuu sekali saat MIRC begitu booming saya termasuk penggemar setianya. Tak terhitung hubungan pertemanan yang terjalin melalui MIRC, tapi tidak pernah seserius ini, tidak pernah seyakin ini, dan tidak pernah semudah ini saya percaya pada seseorang.
Kali ini terasa berbeda karena dengannya saya menemukan rasa nyaman yang tidak pernah saya temukan dengan gebetan-gebetan saya sebelumnya (hohoho, bila membaca ini sepertinya saya punya banyak gebetan;p). Dengannya saya seperti menemukan potongan-potongan puzzle yang melengkapi susunan gambar puzzle hati saya :), seperti anak gembok yang telah bertemu kuncinya sehingga menimbulkan bunyi "klik"...Dangdut mungkin tapi itulah yang saya rasakan saat bersamanya. Kembali lagi, mungkin ini adalah cara dari sang Maha sutradara, skenario cinta buat saya. Dan saya..sebagai pemain yang baik hanya berusaha menjalani ini dengan sebaik mungkin. Delapan bulan hampir bersama, lima kali pertemuan ( maklum ada jarak di antara kami ;p) dengan diselingi pertengkaran kecil sesekali yang mempermanis hubungan ini, saya berharap dialah Pangeran saya, tempat saya berlabuh suatu hari kelak bila masanya tiba..
 
design by Grumpy Cow Graphics | Distributed by Deluxe Templates