September 09, 2012

Tidak Ada yang Namanya Kebetulan


"Hei, kamu dulu anak SMA 1 ya?" tanya saya dengan begitu percaya dirinya pada laki-laki di depan saya, saat kami sama-sama mengambil makan malam di ruang makan diklat.

Dia tampak kebingungan karena mendapat sapaan tak terduga  dari saya-orang yang sama sekali tak dikenalnya- "bukan" jawabnya . "Bukan anak SMA 1?" saya kembali mengulang pertanyaan yang sama. dan kembali ekspresi aneh muncul di wajahnya, sebelum akhirnya menjawab "bukan."

"Anak SMP 3 ya?" tanya saya masih tidak kenal lelah.  "bukan". dan dia masih saja menjawab dengan jawaban yang sama.
"SD nya dulu dimana?SD Muhammadiyah bukan?" "Bukan. dulu SD-SMP Immanuel."
"Punya abang yang SMA1 ga?" "Gak tuh." jawabnya

Aaaah, salah orang dong *maluuu. tutupin muka :p*. Padahal saya tadi begitu yakin bahwa dia dulu kakak kelas saya sewaktu SMA. Mukanya terasa begitu akrab, sepertinya saya sudah pernah melihat dia sebelum ini, entah dimana.

Tragedi salah mengenal orang dan menyapa dengan begitu percaya dirinya, mungkin akan berhenti hanya sampai disini, bila saya tidak menyapa dia untuk kedua kalinya di ruang aula saat kami mengikuti pengarahan umum dari BKD Propinsi. Ok, saya tidak tahu ada apa di kepala saya sampai saya kembali mengajukan pertanyaan yang sama, yang jelas-jelas kemarin sudah dia jawab dengan bukan. IYA, saya masih penasaran. Hati kecil saya yakin saya pernah bertemu dengan dia entah dimana. Dan  sebagai klarifikasi, jelas-jelas ini bukan seperti saya biasanya, seorang Astari Nurtilawati biasanya begitu cuek, jarang sekali membuka obrolan dengan orang baru, apalagi sampai mengajukan pertanyaan yang sama berulang-ulang. Tapi kejadian hari itu memang luar biasa :). Dan karena hal itulah dia menjuluki saya dokter SKSD *huh* :D.
Memang, setelah kejadian perkenalan yang ajaib itu kami jadi berteman akrab. Sejak mengenal dia pun, hari-hari saya saat mengikuti pra jabatan yang saya pikir akan sangat suram dan membosankan menjadi penuh warna dan cerita.

Kadang saya bertanya,
Apa jadinya kalau saya tidak pernah iseng-iseng menyapa dia di ruang makan?
Jika saya hanya menyimpan rasa penasaran dan hanya bertanya-tanya sendiri di dalam hati?
Apa jadinya kalau dia pada saat pengarahan umum tidak pindah duduk di sebelah saya?
Mungkin kami tidak akan saling mengenal yang berlanjut dengan saling bertukar cerita selama kelas berlangsung.
Seandainya begini, seandainya begitu...

Lalu,
Apakah pertemuan  ini adalah sebuah kebetulan?
Saya yakin tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Semua hal yang terjadi, baik itu pertemuan maupun perpisahan pasti adalah takdir yang telah dituliskan, termasuk pertemuan saya dan dia waktu itu.

Seperti yang pernah saya katakan kepada dia, "Tuhan mempertemukan kita karena Tuhan  tahu kamu mampu membuatku tersenyum bahkan di saat aku sudah tak punya alasan lagi untuk bisa tersenyum, kamu ada menemaniku di masa-masa paling kelam dalam hidupku, membantuku melewati peristiwa-peristiwa tidak menyenangkan, dan dengan caramu berusaha untuk menyemangatiku. Terima kasih untuk itu semua ":)



0 komentar:

Posting Komentar

 
design by Grumpy Cow Graphics | Distributed by Deluxe Templates