April 15, 2009

CALEG STRESS, fenomena apakah ini?

Saya selalu memulai pagi dengan secangkir kopi, entah itu moccachino, vanilla latte, atau hanya kopi krimer original ditemani setangkup roti tawar coklat atau keju sambil menonton berita pagi untuk mengetahui apa yang terjadi di Indonesia dan dunia hari-hari terakhir ini :). Namun, hati saya mendadak miris ketika penyiar berita melaporkan banyaknya caleg di berbagai daerah yang stress pasaca pemilu legislatif 9 April 2009.

Meskipun hasil penghitungan suara belum final, para caleg ini stress setelah mengetahui hasil perhitungan suara sementara mereka tidak seperti yang diharapkan. Padahal mereka sudah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk itu. Mungkin tidak hanya jutaan, puluhan bahkan mungkin ratusan hingga miliaran juta rupiah. Yang lebih menyedihakan, biaya itu kebanyakan tidak berasal dari kantong mereka sendiri. Ada yang hasil meminjam sanak saudara, bantuan donatur, atau menjual tanah warisan :). Uang itu mereka gunakan sebagai modal untuk kampanye dan menarik simpati warga daerah pemilihan untuk memberikan suara. Usaha menarik simpati itu bermacam-macam dari yang terselubung, mulai dari mengadakan pengajian rutin setiap minggu menjelang pemilu sembari membagi-bagikan peralatan sholat, memberi bantuan alat musik kepada sekolah, dan bantuan dana pada posyandu dan kegiatan kemasyarakatan (intinya, menjelang pemilu para caleg menjadi orang yang amat sangat dermawan padahal mungkin sebelumnya mereka tidak seperti itu;p). Hingga cara-cara ekstrem seperti membagikan sejumlah uang kepada warga pada hari pelaksanaan pemilu (serangan fajar).

Tentunya saat mereka mengeluarkan biaya yang tidak sedikit itu, mereka berharap bahwa suatu saat uang yang mereka keluarkan itu akan kembali. Kalau bisa tidak sekedar kembali, tetapi juga lebih dari yang mereka keluarkan. Sehingga mereka rela habis-habisan untuk sekedar menjadi caleg. Menjadi anggota dewan yang terhormat adalah impian bagi kebanyakan orang. Ada yang memang berniat mulia, ingin menyalurkan aspirasi rakyat dan memperjuangkan rakyat. Namun, sebagian lagi tergiur dengan gaji anggota dewan yang selangit. Seperti yang pernah ditulis oleh teman saya Astika (a.k.a tyas a.k.a mucus). Jadi menurut saya wajar saja bila banyak orang ingin menjadi anggota dewan.

Menjadi tidak wajar, bila mereka hanya siap menang, siap menjadi anggota dewan tanpa siap dengan segala kemungkinan terburuk, tidak lolos pemilihan, hasil perolehan suara mereka tidak seperti yang diharapkan, dan juga kerugian materiil (mengeluarkan banyak biaya untuk kampanye). Bukankah hidup itu memang penuh risiko?

Menurut teori kejiwaan yang pernah saya pelajari di Psikiatri (meskipun saya belum masuk bagian psikiatri, mungkin teman-teman sejawat yang sedang koass di bagian ilmu jiwa mau bebagi ;p). Seseorang mengalami gangguan jiwa disebabkan ketidakmampuannya untuk mengatasi tekanan yang ada. Setiap orang dalam hidup, akan mengalami peristiwa-peristiwa yang menggoncang dirinya yang dapat menjadi pencetus gangguan jiwa, dari yang ringan hingga yang berat. Namun, kemampuan seseorang untuk bertahan, bangkit dari depresi itulah yang menentukan.

Kembali ke topik, miris sekali rasanya melihat berita tadi pagi. Ada apa dengan bangsa ini? Mengapa jadi begini ya?

ps : please give ur comment. let's we share together :)

0 komentar:

Posting Komentar

 
design by Grumpy Cow Graphics | Distributed by Deluxe Templates